Sabtu, 26 Maret 2011

MEMAHAMI TAKDIR


1.arti Takdir

               Kata takdir (taqdir) terambil dan kata qaddara berasal  dari akar  kata qadara yang antara lain berarti mengukur, memberi kadar atau ukuran, sehingga jika Anda berkata, "Allah  telah menakdirkan   demikian,"  maka  itu  berarti,  "Allah  telah memberi kadar/ukuran/batas tertentu dalam diri, sifat,  atau kemampuan maksimal makhluk-Nya."
Takdir itu adalah sebagai nama untuk sesuatu yang timbul yang ditentukan dari perbuatan Zat yang Maha Menentukan’. Dengan demikian, dapat kita maklumi bahawa Allah SWT itu pasti Maha Mengetahui apa-apa yang akan terjadi dan terlaksananya kejadian itu nanti pasti cocok sebagaimana yang telah diketahui dalam ilmu Tuhan itu. Tetapi sama sekali pengetahuan Tuhan tadi tidaklah akan memberi bekas apa pun pada kehendak seseorang hamba, kerana mengetahui itu adalah sifat penyingkapan sesuatu, bukannya suatu sifat yang memberikan kesan, bekas atau pengaruh. Segala peristiwa yang terjadi di alam raya ini, dari sisi kejadiannya, dalam kadar atau kuran tertentu, pada tempat dan waktu tertentu, dan itulah yang disebut takdir.

2.Hubungan takdir dengan hukum allah

Dari sekian banya ayat al-Qur’andipahami bahwa semua makhluk telah ditetapkan takdirnya oleh Allah. Mereka tidak dapat melampau batas ketetapan itu, dan Allah swt menuntun dan menunjukkan mereka arah yang seharusnya mereka tuju. Hal ini dapat dilihat pada firman Allah swt sebagai berikut:
“Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi, yang menciptakan (semua makhluk) dan menyempurnakannya, yang memberi takdir kemudian mengarahkan(nya).” (QS. Al-A’la (87): 1-3)
“Dan matahari beredar di tempat peredarannya. Demikian itulah takdir yang ditentukan oleh (Allah) Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui” (QS. Yasin (36): 38)
“Dan telah Kami takdirkan/tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua” (QS. Yasin (36): 39)
“Dialah Allah yang menciptakan sesuatu, lalu Dia menetapkan atasnya qadar (ketetapan) dengan sempurna-sempurnanya” (QS. Al-Furqan (25): 2.)

3.Hubungan takdir dengan ikhtiar manusia

Tidak sesuatu yang terjadi tanpa takdir termasuk manusia. Peristiwa-peristiwa tersebut berada dalam pengetahuan dan ketentuan, yang keduanya menurut sementara ulama dapat dalam istilah sunnatullah. Walaupun Quraish Shihab cenderung tidak mempersamakan sunnatullah dengan takdir. Menurutnya sunnatullah yang digunakan oleh al-Qur’an adalah untuk hukum-hukum Tuhan yang pasti berlaku bagi masyarakat, sedang takdir mencakup hukum-hukum kemasayarakatan dan hukum-hukum alam. Dalam al-Qur’an “sunnatullah” terulang sebanyak delapan kali, “sunnatina” sekali, “sunnatul awwalin” terulang tiga kali, kesemuanya mengacu kepada hukum-hukum Tuhan yang berlaku pada masyarakat. Matahari, bulan dan seluruh jagat raya telah diciptakan oleh Allah takdirnya yang tidak bias mereka tawar.“Datanglah (hai langit dan bumi) menurut perintah-Ku, suka atau tidak suka!” Keudanya berkata, “Kami datang dengan penuh ketaatan” Manusia mempunyai kemampuan terbatas sesuai dengan ukuran yang diberikan oleh Allah kepadanya. Manusia misalnya, tidakdapat terbang, ini merupakan salah satu ukuran atau batas kemampuan yang dianugrahkan Allah kepadanya. Ia tidak mampu melampauinya, kecuali jika ia menggunakan akalnya untuk menciptakan suatu alat, namun akalnya pun mempunyai ukuran yang tidak mampu ia lampaui. Di sisi lain manusia berada di bawah hukum-hukum Allah sehingga segala yang kita lakukan pun tidak terlepas dari hukum-hukum yang telah mempunyai kadar danukuran tertentu. Hanya saja hokum-hukum tersebut cukup banyak, dan kita diberi kemampuan memilih, yang berbeda dengan matahari dan bulan. Manusia dapat memilih yang mana diantara takdir yang ditetapkan Tuhan terhadap alam yang kita pilih. Api ditetapkan Tuhan panas dan membakar, angin dapat menimbulkan kesejukan atau dingin, itu takdir Tuhan, manusia boleh memilih api yang membakar atau angin yang sejuk.
Ketika Umar ibn al-Khattab berada di Syam dan bermaksud berkunjung ke Syiria dan Palestina, namun terjadi wabah penyakit, Umar membatalkan kunjungan tersebut. Ketika itu seseorang bertanya: “Apakah anda lari/menghindar dari Takdir Tuhan” lalu umar menjawab “Saya lari/menghindar dari Takdir Tuhan kepada takdir-Nya yang lain”.

4.Sikap terhadap takdir

    Bahwa nasib manusia, baik atau buruk, bahkan setiap peristiwa yang terjadi di atas panggung dunia ini, pada hakekatnya sudah ditentukan sebelumnya. Keterangan ini memberikan perspektif yang jelas tentang kedudukan ujian hidup manusia, bahwa ujian hidup berupa senang maupun susah sudah ditentukan sebelumnya sehingga manusia tak perlu menyesali atau memaksakan kehendak. Sikap dalam menghadapi takdir yaitu manusia harus mengambil sikap bersabar atas ujian dan tetap bersangka baik pada Allah padahal ia sedang susah atau gundah. Itulah ujian, semua ujian memang diadakan untuk menguji sampai ke titik-titik batas kesanggupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar