Senin, 06 Mei 2013

Sistem kliring dan pemindahan data elektronik di indonesia


1.Prinsip kliring



2.Informasi pada che dan struktur kode mirc


3.Sistem kliring elektronik di indonesia

Kliring adalah suatu tata cara perhitungan utang piutang dalam bentuk surat-surat dagang dan surat-surat berharga dari suatu bank terhadap bank lainnya, dengan maksud agar penyelesaiannya dapat terselenggara dengan mudah dan aman, serta untuk memperluas dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral.
Lalu lintas pembayaran giral adalah, suatu proses kegiatan bayar membayar dengan waktat atau nota kliring, yang dilakukan dengan cara saling memperhitungkan diantara bank-bank, baik atas beban maupun untuk keuntungan nasabah yang bersangkutan
Giral adalah simpanan dari pihak ketiga kepada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindah bukuan.
Direksi Bank Indonesia dengan SKBI No. 21/9/KEP/DIR tanggal 23 Mei 1988, kemudian menetapkan untuk mengubah sistem penyelenggaraan kliring lokal Jakarta dari sistem manual menjadi sistem otomasi kliring. Meskipun demikian baru pada tanggal 4 Juni 1990 sistem otomasi  dapat diimplementasikan untuk memproses kliring penyerahan. Sementara untuk proses kliring pengembalian tetap dilakukan secara manual, sampai kemudian pada tahun 1994 diganti dengan sistem semi otomasi yang kemudian dikenal dengan sebutan SOKL .
Pada tahun 1996 rata-rata volume warkat kliring Jakarta mencapai 216.911 lembar per hari, dengan pertumbuhahan rata-rata dalam tiga tahun sekitar 6%. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya tekanan dalam kegiatan proses warkat kliring baik di bank peserta maupun di Bank Indonesia karena keterbatasan kemampuan sarana kliring yang ada dibandingkan dengan peningkatan jumlah warkat kliring. Pada gilirannya hambatan-hambatan tersebut menyebabkan terjadinya keterlambatan dalam settlement dan penyediaan informasi hasil kliring. Hal ini berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap bank dan merugikan lembaga lain yang terkait serta menimbulkan efek negatif berantai (systemic risk)
Sehubungan dengan itu, sesuai acuan pokok pengembangan sistem pembayaran nasional (Blue Print Sistem Pembayaran Nasional Bank Indonesia;1995) yang antara lain memuat visi, kerangka kebijakan dan langkah-langkah yang perlu dikembangkan dalam menciptakan sistem pembayaran nasional yang lebih efektif, efisien, handal dan aman, maka pada tahun 1996 konsep penyelenggaraan kliring lokal secara elektronik dengan teknologi image mulai dikembangkan oleh Urusan Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia. Pada tanggal 18 September 1998, Bank Indonesia mencatat sejarah baru dalam bidang sistem pembayaran dimana untuk pertama kalinya di Indonesia diresmikan penggunaan Sistem Kliring Elektronik (SKE) oleh Gubernur Bank Indonesia, DR. Syahril Sabirin. Penerapan SKE tersebut dilakukan pada Penyelenggaraan Klring Lokal Jakarta dimana pada awal implementasi, jumlah peserta yang ikut serta masih terbatas 7 bank peserta kliring (BRI, BDN, BII, BCA, Deutsche Bank, Standard Chartered, Citibank) dan 2 peserta intern dari Bank Indonesia (Bagian Akunting Thamrin dan Bagian Akunting Kota). Keikutsertaan kantor-kantor bank dalam Kliring Elektronik dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan teknis masing-masing peserta. Bagi kantorkantor bank yang belum menjadi anggota Kliring Elektronik, perhitungan kliring tetap menggunakan sistem kliring otomasi. Implementasi Kliring Elektronik secara menyeluruh kepada seluruh peserta kliring di Jakarta baru dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2001.
4.Bank indonesia real time gross settlemet (BI-RIGS)

Untuk mendukung efektifitas implementasi kebijakan moneter dan untuk mempercepat pemulihan industri perbankan, kebijakan system pembayaran akan diarahkan untuk mempercepat pengembangan dan implementasi suatu system pembayaran yang efisien, akurat, aman, dan konsisten melalui peningkatan kualitas layanan. Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah melalui implemnetasi Real Time Gross Settlement System (BI-RTGS) yang sudah dimulai sejak 17 November tahun 2000 di  Jakarta.
Tujuan RTGS:
1. Memberikan pelayanan sistem transfer dana antar peserta, antar nasabah peserta dan pihak lainnya secara cepat, aman, dan efisien
2. Memberikan kepastian pembayaran
3. Memperlancar aliran pembayaran (payment flows)
4. Mengurangi resiko settlement baik bagi peserta maupun nasabah peserta (systemic risk)
5. Meningkatkan efektifitas pengelolaan dana (management fund) bagi peserta melalui sentralisasi rekening giro
6. Memberikan informasi yang mendukung kebijakan moneter dan early warning system bagi pengawasan bank
7. Meningkatkan efisiensi pasar uang .

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar