1.Prinsip kliring
2.Informasi pada che dan struktur kode mirc
3.Sistem kliring elektronik di indonesia
Kliring adalah
suatu tata cara perhitungan utang piutang dalam bentuk surat-surat dagang dan
surat-surat berharga dari suatu bank terhadap bank lainnya, dengan maksud agar
penyelesaiannya dapat terselenggara dengan mudah dan aman, serta untuk
memperluas dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral.
Lalu lintas
pembayaran giral adalah, suatu proses kegiatan bayar membayar dengan waktat
atau nota kliring, yang dilakukan dengan cara saling memperhitungkan diantara
bank-bank, baik atas beban maupun untuk keuntungan nasabah yang bersangkutan
Giral adalah simpanan dari
pihak ketiga kepada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindah
bukuan.
Direksi Bank Indonesia dengan
SKBI No. 21/9/KEP/DIR tanggal 23 Mei 1988, kemudian menetapkan untuk mengubah
sistem penyelenggaraan kliring lokal Jakarta dari sistem manual menjadi sistem
otomasi kliring. Meskipun demikian baru pada tanggal 4 Juni 1990 sistem
otomasi dapat diimplementasikan untuk memproses kliring penyerahan.
Sementara untuk proses kliring pengembalian tetap dilakukan secara manual,
sampai kemudian pada tahun 1994 diganti dengan sistem semi otomasi yang
kemudian dikenal dengan sebutan SOKL .
Pada tahun 1996 rata-rata volume
warkat kliring Jakarta mencapai 216.911 lembar per hari, dengan pertumbuhahan
rata-rata dalam tiga tahun sekitar 6%. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya
tekanan dalam kegiatan proses warkat kliring baik di bank peserta maupun di
Bank Indonesia karena keterbatasan kemampuan sarana kliring yang ada
dibandingkan dengan peningkatan jumlah warkat kliring. Pada gilirannya
hambatan-hambatan tersebut menyebabkan terjadinya keterlambatan dalam
settlement dan penyediaan informasi hasil kliring. Hal ini berpotensi
mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap bank dan merugikan lembaga lain yang
terkait serta menimbulkan efek negatif berantai (systemic risk)
Sehubungan dengan itu, sesuai acuan
pokok pengembangan sistem pembayaran nasional (Blue Print Sistem Pembayaran
Nasional Bank Indonesia;1995) yang antara lain memuat visi, kerangka kebijakan
dan langkah-langkah yang perlu dikembangkan dalam menciptakan sistem pembayaran
nasional yang lebih efektif, efisien, handal dan aman, maka pada tahun 1996
konsep penyelenggaraan kliring lokal secara elektronik dengan teknologi image
mulai dikembangkan oleh Urusan Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia. Pada
tanggal 18 September 1998, Bank Indonesia mencatat sejarah baru dalam bidang
sistem pembayaran dimana untuk pertama kalinya di Indonesia diresmikan
penggunaan Sistem Kliring Elektronik (SKE) oleh Gubernur Bank Indonesia, DR.
Syahril Sabirin. Penerapan SKE tersebut dilakukan pada Penyelenggaraan Klring
Lokal Jakarta dimana pada awal implementasi, jumlah peserta yang ikut serta
masih terbatas 7 bank peserta kliring (BRI, BDN, BII, BCA, Deutsche Bank,
Standard Chartered, Citibank) dan 2 peserta intern dari Bank Indonesia (Bagian
Akunting Thamrin dan Bagian Akunting Kota). Keikutsertaan kantor-kantor bank
dalam Kliring Elektronik dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan
teknis masing-masing peserta. Bagi kantorkantor bank yang belum menjadi anggota
Kliring Elektronik, perhitungan kliring tetap menggunakan sistem kliring
otomasi. Implementasi Kliring Elektronik secara menyeluruh kepada seluruh
peserta kliring di Jakarta baru dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2001.
4.Bank indonesia real time gross
settlemet (BI-RIGS)
Untuk mendukung efektifitas
implementasi kebijakan moneter dan untuk mempercepat pemulihan industri
perbankan, kebijakan system pembayaran akan diarahkan untuk mempercepat
pengembangan dan implementasi suatu system pembayaran yang efisien, akurat,
aman, dan konsisten melalui peningkatan kualitas layanan. Salah satu cara untuk
mencapai hal tersebut adalah melalui implemnetasi Real Time Gross Settlement
System (BI-RTGS) yang sudah dimulai sejak 17 November tahun 2000 di
Jakarta.
Tujuan RTGS:
1. Memberikan pelayanan sistem
transfer dana antar peserta, antar nasabah peserta dan pihak lainnya secara
cepat, aman, dan efisien
2. Memberikan kepastian pembayaran
3. Memperlancar aliran pembayaran
(payment flows)
4. Mengurangi resiko settlement baik bagi
peserta maupun nasabah peserta (systemic risk)
5. Meningkatkan efektifitas
pengelolaan dana (management fund) bagi peserta melalui sentralisasi rekening
giro
6. Memberikan informasi yang mendukung
kebijakan moneter dan early warning system bagi pengawasan bank
7. Meningkatkan efisiensi pasar uang .
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar